PENGHUJUNG zaman yang selalu dihubung-kaitkan dengan kiamat adalah perwujudan berbagai keberadaan alam yang dapat melemahkan pengetahuan [aqal]. Periodesasi alam yang dimulai dari alam Rahim, Dunia [akhir zaman], Barzakh [penantian menuju akhir zaman], dan akhirat [pasca dunia menuju penghitungan-hisab].
Manakala pengetahuan, batas kemampuan aqal [rasional] yang tak sanggup memahami fenomena periodesasi keberadaan alam tersebut.
Esai ini akan menelaah keberadaan Kamera [sebagai produk pengetahuan, aqal], dan Hisab [bagian dari kiamat dalam proses perhitungan amal baik dan buruk] dalam perspektif iman [berdimensi tiga: masa lalu, hari ini, dan masa depan] dengan Dajal [cara berpikir palsu] pada penghujung zaman.
Pada konteks ini, akhir zaman dimaknai sebagai proses transformasi dari alam barzakh bagi orang yang sudah wafat [kiamat kecil], sementara menunggu proses Hisab pada alam akhirat kelak.
Konsep [istilah-pengertian] Kamera adalah jastifikasi Hisab [perhitungan] dalam periode transisi-transformasi akhir zaman [hari kiamat, rukun iman ke-5] dalam wujud produk teknologi pengetahuan, berupa benda-alat].
Sementara, Hisab adalah istilah proses tindak-lanjut sebagai hasil kerja Kamera [foto-rekaman-record] dalam konteks perbuatan baik dan buruk di alam dunia yang dipertanggungjawabkan di alam akhirat.
Istilah Kamera dimaknai juga sebagai teknologi hasil kerja aqal. Dengan bahasa iman, Kamera adalah refleksi alat perekam terhadap semua perbuatan baik dan buruk yang dilakukan manusia di dunia.
Dalam konteks ini, terjadi hubungan supra-rasional [menyatu, saling terkait antara iman, ilmu dan pengetahuan] antara Kamera, dan hisap di pengjung zaman yang hampir pasti terlupakan untuk ditelaah.
BACA: Jamrah dan Obelisk
Esai akhir zaman berupaya memaknai esensi hubungan antara Kamera dan Hisab yang dapat mengingatkan kealfaan kepada tiga hal utama di akhir zaman. Pertama, iman sebagai logika supra-rasional. Esensi memaknai logika supra-rasional adalah penelaahan iman dalam konteks tiga dimensi waktu.
Perilaku masa lalu, hari ini dan masa depan, umumnya belum direfleksikan sebagai pemahaman terkait iman. Padahal percaya hari akhir, selain sebagai rukun iman juga refleksi masa depan [yang tak terjangkau aqal]. Realitas masa depan mustahil dapat dipahami dengan logika semata.
Dalam konteks ini, seolah-olah aqal selalu menolak hubungan antara keberadaan Kamera dan Hisab [hari perhitungan]. Padahal kebaradaan Kamera dalam konteks iman adalah personifikasi lakon semua aktivitas yang terekam. Inilah yang selalu terlupakan oleh manusia rasional akhir zaman.
Kedua, ilmu sebagai jembatan logika [rasional] dan iman [supra-rasional]. Hubungan Kamera dan Hisab adalah refleksi empirik dan logis. Nalar logis terkonstruksi oleh karena Kamera adalah sandaran teknologi sebagai bagain dari produk aqal.
Semakin canggih Kamera yang terdapat di sebuah HP misalnya, logisnya mengilhami manusia modern akan keberadaan hari perhitungan. Kamera sesungguhnya bukanlah produk murni pengetahuan yang berhubungan dengan teknologi semata, melainkan ilmu.
Dari sini banyak orang modern termanipulasi [gagal paham] terhadap penyebutan ilmu-pengetahuan satu sisi, sementara sisi lainnya, berupaya memisahkan antara teknologi dan iman.
Sehingga seolah-olah, para pencipta senjata pemusnah, penjual dan pembeli misalnya, tidak akan dimintai pertanggunganjawab. Gagal paham inilah teridentifikasi peran Dajal yang menonjol.
Ketiga, pengetahuan sebagai penghubung produk aqal dengan akhir zaman [akhirat]. Kamera sebagai produk pengetahuan melalui aqal mempunyai hubungan signifikan dengan akhir zaman.
Oleh karena, esensinya terletak semakin canggih sebuah Kamera [representasi pada fasilitas Handphone/HP] misalnya, berkontribusi sebagai pembuktian terhadap hari akhir [hari perhitungan].
Sayangnya, fasilitas Kamera cangggih berbagai merek HP terkenal, tidak simetris malahan asimetris [lalai, gagal paham] sikap penggunanya terhadap keberadaan hari akhir.
Hemat saya, logisnya semakin canggih Kamera HP, maka semakin tinggi keyakinan para penggunanya terhadap keberadaan adanya hari perhitungan [Hisab].
Pertanyaannya: Apakah setiap Kamera canggih di HP yang dimiliki manusia modern, tidak berklid-klindan dengan hari perhitungan? Tepuk dada tanya selera. ***
Muchid Albintani adalah guru di Program Pascasarjana Sain Politik, konsentrasi Manajemen Pemerintahan Daerah, dan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Riau.
Pernah menjadi Dekan (diperbantukan) di FISIP Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Tanjungpinang, dan Direktur Universitas Riau Press (UR Press). Meraih Master of Philosophy (M.Phil) 2004, dan Philosophy of Doctor (PhD) 2014 dari Institut Kajian Malaysia dan Antarabangsa (IKMAS), Universiti Kebangsaan Malaysia.
Selain sebagai anggota dari The Indonesian Board of Hypnotherapy (IBH) Jakarta juga anggota International Political Science Association, Asosiasi Ilmu Politik Internasional (IPSA) berpusat di Montreal, Canada. ***